1.
1.
Contoh
Kasus Hak Pekerja
Dari contoh kasus di atas, dapat dilihat bahwa sampai detik ini buruh belum merasa sejahtera karena adanya praktek kerja kontrak dan outcourcing. Walaupun mereka sudah bergabung atau bersatu dalam serikat pekerja untuk menuntut hak mereka dari tahun ke tahun, pemerintah seperti menutup mata, hati dan telinga akan hal ini. Peristiwa demo buruh yang sering berlangsung ricuh menjadi suatu yang sudah biasa bagi pemerintah tanpa berniat untuk menghilangkan tindakan seperti ini. Oleh karena itu, dengan permasalahan buruh yang tidak kunjung usai, kita perlu mengkaji apa yang sebenarnya menjadi permasalahan penuntutan dari buruh di negeri ini. Dengan melihat secara nyata dapat diketahui bahwa ada pembedaan buruh kontrak atau outsourcing dengan karyawan tetap yaitu dengan menggunakan seragam yang dibedakan. Jika dikaji lebih dalam, pembedaan seperti ini merupakan bentuk tindakan deskriminasi atas buruh. Tuntutan buruh untuk penghapusan sistem kerja kontrak dan outsourcing ini tidak terlepas dari peranan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 mengenai ketenagakerjaan yang dianggap telah melegalisasi praktek outsourcing di Indonesia. Hal ini akan kami jelaskan lebih lanjut di bagian pembahasan.
2. Contoh Kasus Iklan Tidak Etis
Sebanyak 56 Biro Iklan Melakukan Pelanggaran Etika.
Badan Pengawas Periklanan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) sedikitnya telah menegur 56 perusahaan iklan atas pelanggaran etika selama dua tahun terakhir ini. Pelanggaran ini berupa penampilan iklan yang superlative, yaitu memunculkan produk sebagai yang terbaik atau termurah. Iklan superlative ini acapkali dibumbui kecenderungan menjatuhkan pesaing di pasaran. “Jika semua bilang baik, termurah, ini akan membingungkan masyarakat dan pelanggan,” ujar Ketua Badan Pengawas PPPI, FX Ridwan Handoyo kepada wartawan, belum lama ini.
Dia mencontohkan iklan pada industri telekomunikasi. Setiap operator telekomunikasi mengaku menawarkan tariff termurah. Bahkan ada iklan yang menyebutkan bahwa produk paling murah meriah. Juga ada iklan produk kesehatan atau kosmetik yang menyebutkan paling efektif. “Tapi semua iklan superlative itu tidak didukung oleh bukti yang kuat. Jadi bisa merugikan masyarakat dan pelanggannya,” tuturnya kemudian.
Surat teguran dilayangkan setelah Badan Pengawas PPPI menemukan dugaan pelanggaran berdasarkan pengaduan masyarakat atau hasil pantauan, Kepada perusahaan periklanan anggota PPPI, Badan pengawas PPPI melakukan peneguran sekaligus meminta keterangan. Sedangkan kepada perusahaan non anggota, surat teguran berupa imbauan agar menjunjung tinggi etika beriklan.
Ridwan menyebutkan dari 149 kasus yang ditangani Badan Pengawas PPPI, tahun 2006 sebanyak 56n kasus dan 93 kasus di tahun 2007. Sebanyak 90 kasus telah dinyatakan melakukan pelanggaran dan 44 kasus lainnya masih dalam penanganan. Dari yang diputus melanggan etika, 39 kasus tak mendapatb respon oleh agensi. Untuk itu BP PPPI menruskannya ke Badan Musyawarah Etika PPPI.
Jumlah perusahaan periklanan yang melakukan pelanggaran cukup banyak itu ada kemungkinan terjadi akibat tidak adanya sanksi yang tegas bagi pelanggar. Diakuinya, selama ini rambu-rambu periklanan hanya diatur dalam bentuk Etika Periklanan Indonesia. “Mungkin karena belum ada aturan hukum yang jelas, pelanggaran tetap banyak,’ katanya.
Badan Pengawas Periklanan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) sedikitnya telah menegur 56 perusahaan iklan atas pelanggaran etika selama dua tahun terakhir ini. Pelanggaran ini berupa penampilan iklan yang superlative, yaitu memunculkan produk sebagai yang terbaik atau termurah. Iklan superlative ini acapkali dibumbui kecenderungan menjatuhkan pesaing di pasaran. “Jika semua bilang baik, termurah, ini akan membingungkan masyarakat dan pelanggan,” ujar Ketua Badan Pengawas PPPI, FX Ridwan Handoyo kepada wartawan, belum lama ini.
Dia mencontohkan iklan pada industri telekomunikasi. Setiap operator telekomunikasi mengaku menawarkan tariff termurah. Bahkan ada iklan yang menyebutkan bahwa produk paling murah meriah. Juga ada iklan produk kesehatan atau kosmetik yang menyebutkan paling efektif. “Tapi semua iklan superlative itu tidak didukung oleh bukti yang kuat. Jadi bisa merugikan masyarakat dan pelanggannya,” tuturnya kemudian.
Surat teguran dilayangkan setelah Badan Pengawas PPPI menemukan dugaan pelanggaran berdasarkan pengaduan masyarakat atau hasil pantauan, Kepada perusahaan periklanan anggota PPPI, Badan pengawas PPPI melakukan peneguran sekaligus meminta keterangan. Sedangkan kepada perusahaan non anggota, surat teguran berupa imbauan agar menjunjung tinggi etika beriklan.
Ridwan menyebutkan dari 149 kasus yang ditangani Badan Pengawas PPPI, tahun 2006 sebanyak 56n kasus dan 93 kasus di tahun 2007. Sebanyak 90 kasus telah dinyatakan melakukan pelanggaran dan 44 kasus lainnya masih dalam penanganan. Dari yang diputus melanggan etika, 39 kasus tak mendapatb respon oleh agensi. Untuk itu BP PPPI menruskannya ke Badan Musyawarah Etika PPPI.
Jumlah perusahaan periklanan yang melakukan pelanggaran cukup banyak itu ada kemungkinan terjadi akibat tidak adanya sanksi yang tegas bagi pelanggar. Diakuinya, selama ini rambu-rambu periklanan hanya diatur dalam bentuk Etika Periklanan Indonesia. “Mungkin karena belum ada aturan hukum yang jelas, pelanggaran tetap banyak,’ katanya.
3. Contoh Kasus Etika Pasar Bebas
Kasus
Etika Bisnis Indomie Di Taiwan
Akhir-akhir ini makin banyak dibicarakan perlunya pengaturan tentang perilaku
bisnis terutama menjelang mekanisme pasar bebas. Dalam mekanisme pasar bebas
diberi kebebasan luas kepada pelaku bisnis untuk melakukan kegiatan dan
mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi. Disini pula pelaku bisnis
dibiarkan bersaing untuk berkembang mengikuti mekanisme pasar. Dalam persaingan
antar perusahaan terutama perusahaan besar dalam memperoleh keuntungan sering
kali terjadi pelanggaran etika berbisnis, bahkan melanggar peraturan yang
berlaku. Apalagi persaingan yang akan dibahas adalah persaingan produk impor
dari Indonesia yang ada di Taiwan. Karena harga yang lebih murah serta kualitas
yang tidak kalah dari produk-produk lainnya.
Kasus Indomie yang mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut
mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari peredaran.
Zat yang terkandung dalam Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate dan benzoic
acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk
membuat kosmetik, dan pada Jumat (08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan
untuk menarik semua jenis produk Indomie dari peredaran. Di Hongkong, dua
supermarket terkenal juga untuk sementara waktu tidak memasarkan produk dari
Indomie.
Kasus Indomie kini mendapat perhatian Anggota DPR dan Komisi IX akan segera
memanggil Kepala BPOM Kustantinah. “Kita akan mengundang BPOM untuk menjelaskan
masalah terkait produk Indomie itu, secepatnya kalau bisa hari Kamis ini,” kata
Ketua Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa
(12/10/2010). Komisi IX DPR akan meminta keterangan tentang kasus Indomie ini
bisa terjadai, apalagi pihak negara luar yang mengetahui terlebih dahulu akan
adanya zat berbahaya yang terkandung di dalam produk Indomie.
A Dessy Ratnaningtyas, seorang praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang
terkandung di dalam Indomie yaitu methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid
(asam benzoat) adalah bahan pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk
dan tahan lama. Zat berbahaya ini umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam
pemakaian untuk produk kosmetik sendiri pemakaian nipagin ini dibatasi maksimal
0,15%. Ketua BPOM Kustantinah juga membenarkan tentang adanya zat berbahaya
bagi manusia dalam kasus Indomie ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar
Indomie mengandung nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam mie
instan tersebut. tetapi kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas
wajar dan aman untuk dikonsumsi, lanjut Kustantinah. Tetapi bila kadar nipagin
melebihi batas ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu 250 mg per kilogram untuk
mie instan dan 1.000 mg nipagin per kilogram dalam makanan lain kecuali daging,
ikan dan unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang bisa mengakibatkan
muntah-muntah dan sangat berisiko terkena penyakit kanker.
Menurut Kustantinah, Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius
Commision, produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional
tentang regulasi mutu, gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan
merupakan anggota Codec. Produk Indomie yang dipasarkan di Taiwan seharusnya
untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan karena standar di antara kedua negara
berbeda maka timbulah kasus Indomie ini.
4. Contoh Kasus Whistle Blowing
Pengungkap aib adalah istilah bagi karyawan,
mantan karyawan atau pekerja, anggota dari suatu institusi atau organisasi yang
melaporkan suatu tindakan yang dianggap melanggar ketentuan kepada pihak yang
berwenang. Secara umum segala tindakan yang melanggar ketentuan berarti
melanggar hukum, aturan dan persyaratan yang menjadi ancaman pihak publik atau
kepentingan publik. Termasuk di dalamnya korupsi, pelanggaran atas keselamatan
kerja, dan masih banyak lagi.
Whistle
blower bukanlah sesuatu yang baru melainkan sesuatu yang sudah lama ada.
Whistle Blower menjadi sangat polpuler di Indonesia karena pemberitaan
yang menimpa Komisi Pemilihan Umum dengan pihak Whistle Blower (Khairiansyah,
mantan auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)). Itu adalah salah satu contoh di
Indonesia, sebenarnya masih banyak contoh-contoh lain di luar Indonesia yang
menjadi Whistle Blower. Skandal yang terjadi ditubuh KPU adalah sekandal
keuangan. Kita perlu ketahui bahwa skandal perusahaan tidak hanya menyangkut
keuangan melainkan segala hal yang melanggar hukum dan dapat menimbulkan tidak hanya
kerugian tetapi ancaman bagi masyarakat.
Contoh kasus :
Di
negara lain Jeffrey Wigand adalah seorang Whistle Blower yang sangat terkenal
di Amerika Serikat sebagai pengungkap sekandal perusahaan The Big Tobbaco.
Perusahaan ini tahu bahwa rokok adalah produk yang addictive dan perusahaan ini
menambahkan bahan carcinogenic di dalam ramuan rokok tersebut. Kita tahu bahwa
carcinogenic adalah bahan berbahaya yang dapat menimbulkan kanker. Yang perlu
diingat bahwa Whistle Blower tidak hanya pekerja atau karyawan dalam bisnis
melainkan juga anggota di dalam suatu institusi pemerintahan (Contoh
Khairiansyah adalah auditor di sebuah institusi pemerintah benama BPK).
Didalam dunia
nyata yang mengalami pelanggran dalam hal hukum tidak hanya terjadi di dalam
perusahaan atau institusi pemerintahan yang dapat menimbulkan ancaman secara
substansial bagi masyarakat akibat dari tindakan WhistleBlowing. Salah satu
tipe dari whistle blower yang paling sering ditemukan adalah tipe internal
Whistle Blower adalah seorang pekerja atau karyawan di dalam suatu perusahaan
atau institusi yang melaporkan suatu tindakan pelanggaran hukum kepada karyawan
lainnya atau atasannya yang juga ada di dalam perusahaan tersebut.
Selain
itu juga ada tipe external Whistleblower adalah pihak pekerja atau karyawan di
dalam suatu perusahaan atau organisasi yang melaporkan suatu pelanggaran hukum
kepada pihak diluar institusi, organisasi atau perusahaan tersebut. Biasanya
tipe ini melaporkan segala tindakan melanggar hukum kepada Media, penegak
hukum, ataupun pengacara, bahkan agen ? agen pengawas praktik korupsi
ataupun institusi pemerintahan lainnya. Secara umum seoarangwhistle blower
tidak akan dianggap sebagai orang perusahaan karena tindakannya melaporkan
tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pihak perusahaan.
Secara
lengkapnya seorang whistle blower telah menyimpang dari kepentingan perusahaan.
Jika pengungkapan ternyata dilarang oleh hukum atau diminta atas perintah
eksekutif untuk tetap dijaga kerahasiannya maka laporan seoarang whistle blower
tidak dianggap berkhianat. Bagaimanapun juga di amerika serikat tidak ada kasus
dimana seorang whistle blower diadili karena dianggap berkhianat treason.
Terlebih lagi di dalam U.S federal whistleblower status, untuk dianggap sebagai
seoarang whistle blower seorang pekerja harus secara beralasan yakin bahwa
seseorang atau institusi atau organisasi ataupun perusahaan telah melakukan tindakan
pelanggaran hukum.